Berbekal
setengah ruh, mencoba bangkit berlari
satukan
segala tenaga ...
sekali
lagi terjatuh, terantuk panas uap jalanan
“Mungkin
aku perlu menutup mataku barang satu dua jenak”
Berat
hati menuju trotoar peraduan, rebahkan bati-sebati lunglai
di
bantal-bantal harap
seribuan
kunang mendekat, tak jua mata merapat
Seorang
bocah berjingkat
seolah
tak lagi kuat, mencekuh sukma pekat
jajarkan
dua jari, katupkan di depan mulut
sempoyongan
deru mulut berbusa-busa
“Nak, ingatlah Ibu yang tak pernah lelah menitikkan air mata ketika kau tiada
di sisinya...”
Darah menyembur di dada
bekas terlewati tajam pisau belati,
darah yang tidak mendapat tempat pergi melewati kerongkongan
keluar dari mulut, meleleh bertemu darah-darah lain
Putih ... semua putih adanya
Sang Bulan mendekat, tersenyum tercekat
rebahkan diri, temani jasad, jasad lemah
tak ada lagi di depan pintu tuk disambut,
tak ada lagi senyuman indah...
menutup jabal jiwa, hanya ruang kosong
sepi, dingin terbujur menghadap kiblat syamali
Solo Mei 2012
0 komentar:
Posting Komentar