Seloka bimbang itu selalu terbawa pulang ...
Sepenanak nasi, namun tak mau berhenti, berkhalwat di keramaian
hati
dan ... di antara retakan itu, kau menawarkan sebuah
keinginan
“Kita dapat berlayar pada satu perahu ...”
(yang terbuang kuat bertandang...
gurauan tlah usai ... menjadi sindiran, bahkan makian
Hingga pelita pengakuan terlepaskan, berganti dekapan
kemarahan)
“Kita dapat berjalan bersama...” pintamu lagi
Kau tawarkan kisah yang bermutu, karena adanya larutan nilai
...
Namun nyaring yang kudengar adalah ‘tukuk tambah, puak keriuhan
yang sukar ditelan’,
membuang yang bernafas, berkawin dengan kematian
bertanyakan kepada kebisuan ...
Pelan aku dayung sampanku, mengayun riak air
di atas sampan, mereka membelah lena, tersenyum kepada langit
mungkinkah bau tubuhmu akan menenggelamkan bidukku?
Yang kutahu ... air tetaplah air, pasir tetaplah pasir
tak ada yang menyuburkan sebuah kemauan
0 komentar:
Posting Komentar