Minggu, 25 November 2012

Bapak, Jangan Paksa Aku Kawin




Rambut sedikit bergelombang, klimis tersisir ke belakang
senyum tak bosan mengambang, di wajah yang selalu tenang
lembut tutur kata terngiang, jauh dari kesan gamang
“Apa yang kurang?”

Pagi, ketika seribu kepala terisi strategi, demi apa yang mereka sebut nasi,
tak pernah kau ciut hati, “cik ... cik ... cik ...”, nyaring detak jantung sebuah alat transportasi
di mana jaman tak kuasa lagi, memamah sepotong besi, berbahan bakar ubi
“Apa yang kurang serasi?”

Tak peduli gurita jaman liar melilitmu, membelenggu tubuhmu sampai terkaku-kaku
tak pernah kau merasa jemu, tuk terus membabar dorongan kalbu
membasuh lesu, menjadi deru yang semakin menggebu
“Apa yang kurang serasi dari semua itu?”

“Subi, Bapak kagum melihat caramu cipta peradaban ...”
“Liat perawan-perawan itu, meski badannya bau tanah sawah.. emmmm luar biasa sedap ...”
“Apa itu, babu-babu semi permanen yang berserakan di pendhapa, di dapur, di halaman belakang ...
“Coba kau jemput satu, jadikan mainan waktu luang ...”

Hilang semua air itu, tak pernah kau toleh ke belakang lagi, kau tutup telinga dengan kedua tanganmu, tak putus-putus kau teriakkan,
“Bapaaak jangan paksa aku kawiiiiin ...!!”

Solo Juni 2012

0 komentar:

Posting Komentar